Prestasi by okezone |
Pengenalan Diri
- Kak Ujang sebagai mapres pasti sudah lebih mengenal diri Kakak sendiri. Sebenarnya, menurut Kakak, apa sih pengenalan diri itu?
- Kak Ujang sebagai mapres pasti sudah lebih mengenal diri Kakak sendiri. Sebenarnya, menurut Kakak, apa sih pengenalan diri itu?
Cerita sedikit, saya lahir dan besar di Karawang. Di sini,
saya hidup di tengah-tengah masyarakat yang pandangan tentang pendidikan dan
wawasan luar sempit. Di sini, anak-anak biasanya hanya tamatan SMP, itu paling
pol. Untuk yang jenjang SMA ke atas, bukanlah hal yang lumrah di sini.
Biasanya, setelah tamat SMP ya sudah, langsung kerja, jadi buruh. Atau, kalau
melanjutkan sekolah biasanya ke SMK atau STM. Tapi saya ingin berbeda dengan
yang lain. Saya memutuskan untuk masuk SMA. Saat itu, banyak yang mencemooh
saya, “Masuk SMA emang bisa apa sih? Mau ke mana?” Di SMA tuh saya menjadi
lebih melihat dunia, dunia Karawang. Dulu kan saya cuma terbatas di Karawang
saja, nggak tahu kehidupan kota kayak
gimana. Muka-mukanya kaya gimana,
sekolah pada bawa mobil, sedangkan saya masih pakai angkot, yang lain bawa
mobil, motor. Trus saya mikir, ‘Wah, enak ya kayanya kalau hidup kaya gitu?’
Trus saya mencoba explore, nah waktu itu
saya mendapat kesempatan, pergi ke Amerika selama satu tahun. Di Amerika, saya
dipertemukan dengan orang tua angkat. Jadi, saya dari Indonesia ke Amerika nggak ada siapa-siapa, dan nggak bawa apa-apa, duit juga cuma sedikit,
bayangin coba pergi ke Amerika cuma dikasih tiket dan katanya bakal
dipertemukan dengan orang tua angkat di sana, kebetulan waktu itu dari Alaska.
Di Amerika, saya mengenal dunia lebih luas lagi, teman-teman saya dari
negara-negara yang berbeda. Akhirnya saya mengerti bahwa sebenarnya cita-cita
saya nggak cuma sampai situ. Abis SMA
harus lanjut, soalnya mau kerja juga gimana, belum punya keterampilan, jadi
susah. Akhirnya mau nggak mau, saya
harus kuliah. Akhirnya saya cari kuliah di Bandung, yaitu ITB. Saya sangat
terinspirasi guru Kimia saya di Amerika sana. Dulu, nilai saya di sana jelek
banget, dari nilai maksimal 100, saya paling cuma dapet 5. Sampai teman-teman
saya di sana bilang, “Eh kayanya lu nggak
cocok di sini, mending pindah grade aja
(dalam bahasa Indonesia).” Tapi saya nggak
nyerah, akhirnya di akhir semester dua, saya berhasil mendapatkan nilai
tertinggi 97/100. Nah, dari sini saya suka Kimia, dan akhirnya masuk Sekolah
Farmasi ITB. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa kerja keras yang utama. Soal
jenius, saya juga nggak jenius, tapi
kerja keras.
Strategi dan motivasi
- Dulu pernah
menghadapi TPB dan mampu sukses, ada nggak
sih strategi khusus?
Kalau di kuliah, kan ada nilai batas bawah tuh buat dapetin nilai A, misalnya 80. Nah, harus
cari strategi gimana caranya biar
melewati batas itu. Nah, saya dulu banyak temenan sama orang-orang,
juga sama kakak tingkat karena mereka yang lebih tahu gimana ujian. Cari strategi gimana
caranya bisa melewati batas itu, belajar bareng temen, latihan soal, sampai
batas itu tercapai.
- Gimana sih cara
belajarnya Kak Ujang?
Kalau saya sistemnya sharing.
Trus kalau kuliah jangan bolos, meskipun ada beberapa kali kesempatan. Tapi,
kalau bisa jangan bolos. Karena di kelas, kita rata-rata sudah menyerap
setidaknya 30% dari seluruh materi yang diajarkan. Kalau bolos kan rugi, tuh,
30% hilang. Nah, setelah sampai rumah/kostan, diulangi lagi. Nanti, kalau masih
kurang paham, baru sharing sama
temen. Nah, kalau bisa, saat sharing,
jangan minta diajarin, tapi sekadar sharing
aja. Trus kalau sudah yakin, coba ngajarin. Karena salah satu parameter
seseorang menguasai suatu ilmu adalah ia mampu mentransfer ilmunya ke orang
lain. Jangan pelit, ajarin yang lain kalau bisa. Manfaat sharing, pertama tuh buat menguatkan ilmu. Kedua, insya allah dapat
pahala.
- Motivasi yang
paling besar dari internal atau eksternal?
Kayanya lebih banyak dari diri sendiri, kalau diporsikan ya
sekitar 60% internal, dan 40% eksternal. Tapi sebenarnya, 40% itu juga berasal
dari diri sendiri pada dasarnya. Jadi gini, nggak
ada yang maksa saya lomba, nggak ada
yang memaksa saya ikut ini itu, orang tua saya nggak pernah nyuruh saya exchange
ke luar negeri. Tapi yang 40% itu saya sebenarnya dari saya karena ingin bermanfaat
bagi orang lain. Misalnya dengan ngajarin
orang lain, biar banyak teman. Dengan ngajar
gitu, mau nggak mau saya jadi
belajar. Kalau dorongan yang 60% itu dari saya sendiri, biasanya karena
motivasi pengin jalan-jalan ke luar negeri gratis, dapat uang, sama asyik aja
sih, hobi.
Taktik menghadapi
masalah
- Pernah mengalami
keterpurukan?
Sering. Saya sering kalah lomba. Saya pernah dapat nilai jelek banget. Dan waktu itu saya benar-benar terpuruk. Padahal saya sudah menyempatkan waktu buat belajar itu. Saya sedih waktu itu. Pas lomba saya juga pernah nggak maksimal, jadi kalah. Saya juga pernah kesulitan ekonomi, di dompet saya cuma tinggal Rp5000. Saya nggak cerita ke orang tua, karena saya nggak mau orang tua saya juga sedih. Saya berusaha mencari cara, bareng temen pergi ke suatu tempat yang indah, buat menghilangkan stres. Tapi, saya juga belum tenang. Akhirnya saya cerita ke orang tua, dan orang tua saya juga sedih mendengarkan cerita saya.
Sering. Saya sering kalah lomba. Saya pernah dapat nilai jelek banget. Dan waktu itu saya benar-benar terpuruk. Padahal saya sudah menyempatkan waktu buat belajar itu. Saya sedih waktu itu. Pas lomba saya juga pernah nggak maksimal, jadi kalah. Saya juga pernah kesulitan ekonomi, di dompet saya cuma tinggal Rp5000. Saya nggak cerita ke orang tua, karena saya nggak mau orang tua saya juga sedih. Saya berusaha mencari cara, bareng temen pergi ke suatu tempat yang indah, buat menghilangkan stres. Tapi, saya juga belum tenang. Akhirnya saya cerita ke orang tua, dan orang tua saya juga sedih mendengarkan cerita saya.
- Bagaimana caranya
mengembalikan motivasi ketika lagi down?
Kalau saya biasanya kalau lagi down, saya cari teman, cari sahabat yang bisa diajak sharing. Cari hiburan aja, seperti main
ke suatu tempat, main game, atau
lainnya. Cari cara, jangan sampai ketika lagi down malah diam, ngurung diri di kamar, nggak selesai. Pernah saya
waktu itu sampai pulang ke rumah, terus besok paginya berangkat Bandung lagi.
- Pengaturan jadwal
kakak bagaimana?
Saya pakai agenda. Agenda itu bisa di break-down. Lihat jangka panjang, jangka menengah, sampai jangka per jam. Plotkan waktu untuk kegiatan harian. Nggak boleh bingung mau ngapain ketika ada jam kosong. Lalu, gimana kalau emang ada kegiatan tak direncanakan yang mendadak? Kalau bagi saya, sebagai orang Islam, saya sholat. Waktu itu pernah, jam tiga sore ada tiga kegiatan sekaligus, yaitu ketemu dosen, ketemu teman, dan harus ngajar. Padahal agenda yang saya buat adalah ketemu teman. Akhirnya saya sholat Ashar. Nah, setelah sholat, yang dosen nggak jadi dan ngajar ternyata salah jadwal. Jadi, saya berhasil ketemu teman saja. Intinya, kalau ada masalah, banyak-banyak berdoa, minta yang terbaik dari Allah.
Saya pakai agenda. Agenda itu bisa di break-down. Lihat jangka panjang, jangka menengah, sampai jangka per jam. Plotkan waktu untuk kegiatan harian. Nggak boleh bingung mau ngapain ketika ada jam kosong. Lalu, gimana kalau emang ada kegiatan tak direncanakan yang mendadak? Kalau bagi saya, sebagai orang Islam, saya sholat. Waktu itu pernah, jam tiga sore ada tiga kegiatan sekaligus, yaitu ketemu dosen, ketemu teman, dan harus ngajar. Padahal agenda yang saya buat adalah ketemu teman. Akhirnya saya sholat Ashar. Nah, setelah sholat, yang dosen nggak jadi dan ngajar ternyata salah jadwal. Jadi, saya berhasil ketemu teman saja. Intinya, kalau ada masalah, banyak-banyak berdoa, minta yang terbaik dari Allah.
- Kesimpulan
Karena saya muslim, kata Rasul, “Sebaik-baiknya manusia
adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” Hidup kita di dunia singkat,
dan tempat kembali kita adalah akhirat. Lakukan apapun yang bisa dilakukan agar
bisa bermanfaat bagi orang lain. Karena bila kita tidak bermanfaat, maka kita
akan mendapat laknat.
Luar biasa sekali apa yang telah disampaikan oleh Kak Ujang
di atas. Semoga kita semua bisa mengikuti jejaknya untuk berprestasi. Aamiin.