Friday, 25 January 2013

Tipu Daya dan Kepalsuan Teori Evolusi

Teori evolusi adalah sebuah teori yang menyatakan bahwa semua makhluk yang hidup sekarang ini – bukan hanya manusia – memiliki nenek moyang yang bersifat primitif dan berbeda bentuk. Teori ini bermula dari sebuah hipotesis Charles Darwin yang mengemukakan bahwa semua makhluk hidup memiliki leluhur yang sama dan mereka berkembang melalui seleksi ilmiah. Mereka yang terbaik dalam beradaptasi dengan lingkungannya dapat bertahan hidup, dan cara beradaptasi ini adalah dengan cara “mengubah” bentuk tubuhnya sesuai dengan lingkungannya. Perubahan bentuk mereka terjadi dalam kurun waktu yang lama sehingga mereka berubah menjadi spesies yang berbeda total dari leluhur mereka. Dengan demikian, manusia ialah produk yang paling maju dari mekanisme seleksi alamiah ini. Singkatnya, suatu spesies berasal dari spesies lain.


Lucunya Teori Evolusi
Ide khayal Darwin ini dianut oleh kalangan ideologis dan politis tertentu sehingga teroinya berkembang pesat dan menjadi sangat populer. Alasannya adalah bahwa tingkat pengetahuan saat itu belum memadai untuk menyangkal teori ini. Jika saja ilmu-ilmu genetika, mikrobiologi, dan biokimia sudah ada, maka Darwin mungkin dapat mengetahui bahwa teorinya ini benar-benar tidak ilmiah. Teori Darwin juga mengisyaratkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada bentuk-bentuk manusia secara bertahap merupakan perubahan yang terjadi secara kebetulan.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa pada abad ke-21 ini seharusnya membuat teori Darwin menjadi debu sejarah. Akan tetapi, tidaklah demikian karena pada evolusionis selalu merevisi skenario-skenario paham evolusi ini seilmiah mungkin. Jika perkembangan bentuk tubuh makhluk hidup – menurut paham evolusi lama – adalah secara bertahap dan sedikit demi sedikit, setelah disangkal oleh ilmu pengetahuan yang lebih tinggi, maka teorinya direvisi menjadi : perubahan yang terjadi berlangsung secara tiba-tiba dan menyeluruh entah bagaimana caranya.
Klaim-klaim ini sangat bertentangan dengan kadiah genetika, biofisika, dan biokimia. Teori baru evolusi ini rasanya tak ubah seperti dalam dongeng katak yang berubah menjadi pangeran. Bagaimana bisa seekor hewan darat karnivora bisa berubah menjadi paus raksasa dalam sekejap dan menyeluruh? Aneh dan sama sekali tak bisa dinalar.

Adakah Penemuan Fosil yang Membenarkan Teori Evolusi Ini?
Penemuan fosil adalah sumber utama bagi mereka yang mencari-cari bukti teori evolusi. Bila diperiksa dengan cermat, penemuan fosil justru lebih menyangkal teori evolusi daripada mendukungnya. Walaupun demikian, mereka terus memberikan penafsiran yang salah melalui gambaran-gambaran rekonstruksi manusia dari fosil yang mereka temukan sehingga memberikan kesan bahwa manusia purba benar-benar ada dan mereka adalah nenek moyang kita yang wujudnya agak berbeda (mirip kera).
Para evolusionis menggambar makhluk khayalan seperti manusia, yang biasanya berdasarkan pecahan gigi atau sepotong rahang, tulang punggung, atau tulang-tulang lainnya. Mereka kemudian menyajikannya kepada masyarakat umum dengan cara sensasional seakan-akan makhluk seperti itu benar-benar ada dan merupakan leluhur mereka. Masyarakat menjadi yakin bahwa manusia berkembang dari kera atau beberapa makhluk lain yang serupa. Akan tetapi, gambar-gambar itu tidak benar sama sekali!
Kajian yang didasarkan pada sisa-sisa tulang ini hanya bisa mengungkapkan karakteristik umum makhluk yang diteliti. Rincian-rincian berbeda terdapat di jaringan lunak yang cepat lenyap seiring dengan waktu. Dengan jaringan-jaringan lunak ini yang dapat ditafsirkan secara “seenaknya dan sekenanya” oleh pada evolusionis, segala hal menjadi mungkin dalam imajinasi pembuat rekonstruksi. Earnest A. Hooten dari Universitas Harvard menjelaskan situasinya sebagai berikut.
“Upaya memulihkan bagian-bagian lunak ini adalah tindakan yang bahkan lebih berbahaya. Bibir, mata, telinga, dan ujung hidung tidak meninggalkan pertanda pada bagian-bagian tulang yang menjadi acuan. Berdasarkan tengkorak Neanderthal, Anda sama-sama bisa membuat model simpanse (hewan) atau raut wajah seorang filsuf (manusia). Dugaan rekonstruksi manusia-manusia kuno mempunyai nilai ilmiah yang sangat sedikit, dan kalau ada, mungkin hanya menyesatkan publik... Jadi, jangan mempercayai rekonstruksi.

Penelitian yang Dibuat untuk Membuat Fosil Palsu
Karena tidak mampu mendapatkan bukti kebenaran teori evolusi melalui peninggalan fosil, para evolusionis akhirnya berusaha membuatnya sendiri. Berikut ini adalah contoh-contoh fosil palsu yang dibuat oleh para evolusionis.

1.      Manusia Piltdown
Pada tahun 1912, Charles Dawson mengklaim telah menemukan sepotong tulang rahang dan pecahan tengkorak manusia purba. Walaupun tengkorak itu menyerupai manusia, tulang rahangnya justru menyerupai monyet. Selama lebih dari 40 tahun, rekonstruksi dan gambar dari manusia ini disajikan sebagai bukti penting kebenaran teori evolusi.
Akan tetapi, ternyata pada tahun 1949, terbongkarlah kebohongan Dawson oleh pada ilmuwan yang menyelidiki fosil tersebut. Ternyata memang benar, bahwa penemuan itu dusta. Dawson sengaja mengatakan bahwa ia menemukan tengkorak manusia purba, padahal ia tahu bahwa tulang rahang yang ia temukan adalah tulang rahang simpanse.

2.      Manusia Nebraskara
Pada tahun 1922, Henry Fairfield Osborn menemukan fosil gigi geraham yang disangka mengandung karakteristik umum manusia sekaligus kera. Argumen yang muncul dari sebagian kalangan ilmiah menafsirkan bahwa gigi ini adalah gigi Pithecanthropus Erectus. Tetapi akhirnya pada tahun 1927, bagian lain dari tengkorak itu juga ditemukan, da ternyata terbukti bahwa tengkorak itu bukan tengkorak manusia maupun kera, tapi seekor spesies babi liar Amerika yang sudah punah yang disebut Prostennops.

3.      Australopithecus
Menurut para evolusionis, makhluk ini mempunyai kemampuan berjalan dengan lebih membungkuk dari manusia sekarang ini. Mereka mengayakan bahwa ini merupakan spesies transisi antara manusia dan kera. Karena, perbedaan utama antara kera dan manusia adalah pada cara berjalannya. Kera menggunakan empat kaki (dua tangannya dianggap kaki), sedangkan manusia berjalan tegak dengan dua kaki.
Akan tetapi, berdasarkan penelitian, Australopithecus bukanlah dari jenis manusia. Ia lebih mirip kepada seekor orang utan, dan ia berjalan dengan empat kaki!
Lagipula, tidak akan ada spesies yang berjalan dengan dua kaki, sedangkan tubuhnya membungkuk. Mengapa? Karena jika makhluk hidup berjalan dengan cara demikian, maka akan memerlukan energi yang sangat besar. Dan kalaupun ada, tentu tidak akan bisa bertahan lama. Sedangkan menurut teori evolusi, cara berjalan ini dilakukan dalam kurun waktu yang lama. Sebuah kepalsuan, lagi-lagi terungkap!
4.      Homo
Jenis manusia purba yang paling tinggi peradabannya menurut teori evolusi adalah jenis homo. Tetapi, pada kenyataannya, menurut penelitian, tidak ada sedikitpun perbedaan antara tengkorak manusia homo dengan manusia modern. Hanya saja, para evolusionis yang membuat gambaran “nyeleneh” pada bentuk tengkorak manusia ini. Mereka juga tidak berani membuktikan secara sedetail mungkin bentuk tengkorak mereka, karena memang sesungguhnya tidak ada bukti yang berarti bahwa tengkorak ini tidak sama dengan tengkorak manusia sekarang.

Beberapa hal lagi yang bisa dikaji untuk menyangkal teori evolusi adalah protein, sel, dan gen tidak dapat berubah secara kebetulan. Peluang untuk asam amino menjadi rangkaian yang benar pada manusia primitif hanyalah 1/200500 dan peluang totalnya hanya 1/10950. Untuk informasi selanjutnya mengenai ini, bisa dibaca di buku karya Harun Yahya, yang berjudul Mengenal Allah Lewat Akal.



Mari berbagi tulisan!

Artikel Terkait

Komentar
0 Komentar

Bookmark Sinyal Pintar

Copy-Pastekan kode ini untuk bookmark Sinyal Pintar di blog/website-mu.
Teks

Banner