Lucunya Teori Evolusi
Ide khayal Darwin ini dianut oleh kalangan ideologis dan
politis tertentu sehingga teroinya berkembang pesat dan menjadi sangat populer.
Alasannya adalah bahwa tingkat pengetahuan saat itu belum memadai untuk
menyangkal teori ini. Jika saja ilmu-ilmu genetika, mikrobiologi, dan
biokimia sudah ada, maka Darwin mungkin dapat mengetahui bahwa teorinya ini
benar-benar tidak ilmiah. Teori Darwin juga mengisyaratkan bahwa
perubahan-perubahan yang terjadi pada bentuk-bentuk manusia secara bertahap
merupakan perubahan yang terjadi secara kebetulan.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa pada abad
ke-21 ini seharusnya membuat teori Darwin menjadi debu sejarah. Akan tetapi,
tidaklah demikian karena pada evolusionis selalu merevisi skenario-skenario
paham evolusi ini seilmiah mungkin. Jika perkembangan bentuk tubuh makhluk
hidup – menurut paham evolusi lama – adalah secara bertahap dan sedikit demi
sedikit, setelah disangkal oleh ilmu pengetahuan yang lebih tinggi, maka
teorinya direvisi menjadi : perubahan yang terjadi berlangsung secara tiba-tiba
dan menyeluruh entah bagaimana caranya.
Klaim-klaim ini sangat bertentangan dengan kadiah genetika,
biofisika, dan biokimia. Teori baru evolusi ini rasanya tak ubah seperti dalam
dongeng katak yang berubah menjadi pangeran. Bagaimana bisa seekor hewan
darat karnivora bisa berubah menjadi paus raksasa dalam sekejap dan menyeluruh?
Aneh dan sama sekali tak bisa dinalar.
Adakah Penemuan Fosil yang Membenarkan Teori Evolusi Ini?
Penemuan fosil adalah sumber utama bagi mereka yang
mencari-cari bukti teori evolusi. Bila diperiksa dengan cermat, penemuan fosil
justru lebih menyangkal teori evolusi daripada mendukungnya. Walaupun demikian,
mereka terus memberikan penafsiran yang salah melalui gambaran-gambaran
rekonstruksi manusia dari fosil yang mereka temukan sehingga memberikan kesan
bahwa manusia purba benar-benar ada dan mereka adalah nenek moyang kita yang
wujudnya agak berbeda (mirip kera).
Para evolusionis menggambar makhluk khayalan seperti
manusia, yang biasanya berdasarkan pecahan gigi atau sepotong rahang, tulang
punggung, atau tulang-tulang lainnya. Mereka kemudian menyajikannya kepada
masyarakat umum dengan cara sensasional seakan-akan makhluk seperti itu
benar-benar ada dan merupakan leluhur mereka. Masyarakat menjadi yakin bahwa
manusia berkembang dari kera atau beberapa makhluk lain yang serupa. Akan
tetapi, gambar-gambar itu tidak benar sama sekali!
Kajian yang didasarkan pada sisa-sisa tulang ini hanya bisa
mengungkapkan karakteristik umum makhluk yang diteliti. Rincian-rincian berbeda
terdapat di jaringan lunak yang cepat lenyap seiring dengan waktu. Dengan
jaringan-jaringan lunak ini yang dapat ditafsirkan secara “seenaknya dan
sekenanya” oleh pada evolusionis, segala hal menjadi mungkin dalam imajinasi
pembuat rekonstruksi. Earnest A. Hooten dari Universitas Harvard menjelaskan
situasinya sebagai berikut.
“Upaya memulihkan bagian-bagian lunak ini adalah tindakan
yang bahkan lebih berbahaya. Bibir, mata, telinga, dan ujung hidung tidak
meninggalkan pertanda pada bagian-bagian tulang yang menjadi acuan. Berdasarkan
tengkorak Neanderthal, Anda sama-sama bisa membuat model simpanse (hewan) atau
raut wajah seorang filsuf (manusia). Dugaan rekonstruksi manusia-manusia kuno mempunyai
nilai ilmiah yang sangat sedikit, dan kalau ada, mungkin hanya menyesatkan
publik... Jadi, jangan mempercayai rekonstruksi.”
Penelitian yang Dibuat untuk Membuat Fosil Palsu
Karena tidak mampu mendapatkan bukti kebenaran teori evolusi
melalui peninggalan fosil, para evolusionis akhirnya berusaha membuatnya
sendiri. Berikut ini adalah contoh-contoh fosil palsu yang dibuat oleh para
evolusionis.
1. Manusia Piltdown
Pada tahun 1912, Charles Dawson mengklaim telah menemukan sepotong tulang
rahang dan pecahan tengkorak manusia purba. Walaupun tengkorak itu menyerupai
manusia, tulang rahangnya justru menyerupai monyet. Selama lebih dari 40 tahun,
rekonstruksi dan gambar dari manusia ini disajikan sebagai bukti penting
kebenaran teori evolusi.
Akan tetapi, ternyata pada tahun 1949, terbongkarlah kebohongan Dawson
oleh pada ilmuwan yang menyelidiki fosil tersebut. Ternyata memang benar, bahwa
penemuan itu dusta. Dawson sengaja mengatakan bahwa ia menemukan tengkorak
manusia purba, padahal ia tahu bahwa tulang rahang yang ia temukan adalah
tulang rahang simpanse.
2. Manusia Nebraskara
Pada tahun 1922, Henry Fairfield Osborn menemukan fosil gigi geraham yang
disangka mengandung karakteristik umum manusia sekaligus kera. Argumen yang
muncul dari sebagian kalangan ilmiah menafsirkan bahwa gigi ini adalah gigi
Pithecanthropus Erectus. Tetapi akhirnya pada tahun 1927, bagian lain dari
tengkorak itu juga ditemukan, da ternyata terbukti bahwa tengkorak itu bukan
tengkorak manusia maupun kera, tapi seekor spesies babi liar Amerika yang
sudah punah yang disebut Prostennops.
3. Australopithecus
Menurut para evolusionis, makhluk ini mempunyai kemampuan berjalan dengan
lebih membungkuk dari manusia sekarang ini. Mereka mengayakan bahwa ini
merupakan spesies transisi antara manusia dan kera. Karena, perbedaan utama
antara kera dan manusia adalah pada cara berjalannya. Kera menggunakan empat
kaki (dua tangannya dianggap kaki), sedangkan manusia berjalan tegak dengan dua
kaki.
Akan tetapi, berdasarkan penelitian, Australopithecus bukanlah dari jenis
manusia. Ia lebih mirip kepada seekor orang utan, dan ia berjalan dengan
empat kaki!
Lagipula, tidak akan ada spesies yang berjalan dengan dua kaki, sedangkan
tubuhnya membungkuk. Mengapa? Karena jika makhluk hidup berjalan dengan cara
demikian, maka akan memerlukan energi yang sangat besar. Dan kalaupun ada,
tentu tidak akan bisa bertahan lama. Sedangkan menurut teori evolusi, cara
berjalan ini dilakukan dalam kurun waktu yang lama. Sebuah kepalsuan, lagi-lagi
terungkap!
4. Homo
Jenis
manusia purba yang paling tinggi peradabannya menurut teori evolusi adalah
jenis homo. Tetapi, pada kenyataannya, menurut penelitian, tidak ada sedikitpun
perbedaan antara tengkorak manusia homo dengan manusia modern. Hanya saja, para
evolusionis yang membuat gambaran “nyeleneh” pada bentuk tengkorak manusia ini.
Mereka juga tidak berani membuktikan secara sedetail mungkin bentuk tengkorak
mereka, karena memang sesungguhnya tidak ada bukti yang berarti bahwa tengkorak ini tidak sama dengan tengkorak manusia sekarang.
Beberapa hal lagi yang bisa dikaji untuk menyangkal teori
evolusi adalah protein, sel, dan gen tidak dapat berubah secara kebetulan. Peluang
untuk asam amino menjadi rangkaian yang benar pada manusia primitif hanyalah
1/200500 dan peluang totalnya hanya 1/10950. Untuk
informasi selanjutnya mengenai ini, bisa dibaca di buku karya Harun Yahya, yang
berjudul Mengenal Allah Lewat Akal.