Syukur by annur2.net |
“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa.” (Fushshilat-51)
Semoga saja tidak. Maka, sudah seharusnya ketika Allah baru
saja melebihkan kita, syukur yang kita ucapkan lewat kalimat bukanlah sekadar
formalitas belaka. Syukur bukan hanya sekadar ungkapan hamdalah, tetapi harus
dibarengi dengan penghayatan, yaitu tidak menjadikannya sekilas saja. Syukur
harus disertai dengan praktik. Seharusnya ketika Allah melimpahkan nikmatnya, ada
tindak lanjut dari hamdalah itu.
Ketika kita baru saja sembuh dari sakit, maka syukurnya
adalah dengan memanfaatkan keadaan sehat untuk beribadah dan membantu yang
lemah. Bukan malah untuk bergembira berlebihan, berjalan ke tempat maksiat, dan
lupa kepada masjid. Kaki dan tangan ini akan dimintai pertanggungjawaban. Untuk
apa saat sehat? Untuk apa dalam keadaan merdeka? Adakah Allah di dalamnya?
Ketika baru saja mendapatkan rezeki, maka syukurnya adalah
dengan mengingat kotak amal masjid, menyantuni anak yatim, mengasihi fakir
miskin. Karena sesungguhnya ada hak mereka di antara rezeki yang diperoleh.
Bukan untuk foya-foya dan bersikap boros. Bukan untuk pesta tanpa manfaat.
Memang, tindak lanjut dari ucapan hamdalah sangat sulit.
Akan tetapi, di sinilah sebenarnya kita diuji. Ujian kesehatan, rezeki,
kesenangan, lebih berbahaya daripada ujian dalam kondisi malang, karena
ujian-ujian jenis ini tak terasa seperti ujian, sehingga banyak yang lupa.
Padahal, nikmat-nikmat inilah yang akan ditanyakan pertanggungjawabannya kelak.
Untuk apa waktu luangmu? Kemanakah hartamu? Apa yang kamu lakukan di waktu
sehat? Jika kita tidak ingat, maka tamatlah kita di akhirat.
Rasanya, sebagian besar dari kita sudah familiar dengan ayat
berikut ini.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Maka sebenarnya, ketika syukur dilaksanakan secara benar,
saat itu kita sedang menyelamatkan diri sendiri. Juga, sedang mempersiapkan
menerima yang tambahan dari sisi Allah. Dan tentunya, kita sedang berupaya
berjalan dalam kebaikan di dunia, untuk ketenteraman di kehidupan setelahnya.
Jadi, masihkan syukur kita hanya akan tergambar lewat lisan saja?
Jadi, masihkan syukur kita hanya akan tergambar lewat lisan saja?