Monday 8 July 2013

“Mimpi Basah” Saat Puasa? Bagaimana, ya?



Kejadian mimpi basah bukan menjadi hal yang tabu sekarang ini untuk dibahas. Untuk para lelaki yang sudah baligh, pasti kerap menjumpai hal ini, yaitu mengeluarkan mani (sperma) saat tidur. Penyebabnya, sih, banyak sekali. Ada yang karena memimpikan sesuatu hal, ada juga yang tanpa faktor apa-apa disebabkan oleh adanya ereksi pagi (dalam bahasa Biologi: Noctural Penile Tumescene/NPT). Kalau pada hari-hari biasa, bukanlah hal yang terlalu bermasalah, karena mimpi basah yang merupakan hadas besar dapat segera disucikan dengan cara mandi wajib sebelum sholat subuh. Tetapi, bagaimana kalau mimpi basah terjadi saat kita sedang puasa? Misalnya sebelum subuh, sesudah sahur, kita tidur lagi, dan mengalaminya? Apakah ini membatalkan puasa, atau tidak? Bagaimana hukumnya? Pembahasan ini agak kontroversional di kalangan masyarakat, seperti pada pembahasan mengenai masalah hukum berkumur dan sikat gigi saat puasa. Simak penjelasan berikut ini.


Pertanyaan serupa pernah diajukan kepada Ketua Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, Komisi Fatwa di Saudi Arabia, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah, “Jika orang yang berpuasa mimpi basah di siang hari bulan Ramadhan, apakah puasanya batal? Apakah dia wajib untuk bersegera untuk mandi wajib?”

Beliau rahimahullah dalam Kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, halaman 14, menjawab,

“Mimpi basah tidak membatalkan puasa karena mimpi basah dilakukan bukan atas pilihan orang yang berpuasa. Ia punya keharusan untuk mandi wajib (mandi junub) jika ia melihat yang basah adalah air mani. Jika ia mimpi basah setelah shalat shubuh dan ia mengakhirkan mandi junub sampai waktu zhuhur, maka itu tidak mengapa.”

Bagaimana untuk Para Suami Istri?
Begitu pula jika ia berhubungan intim dengan istrinya di malam hari dan ia tidak mandi kecuali setelah masuk Shubuh, maka seperti itu tidak mengapa. Mengenai hal ini diterangkan dalam hadits yang shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk Shubuh dalam keadaan junub karena sehabis berhubungan intim dengan istrinya. Kemudian beliau mandi junub dan masih tetap berpuasa.

Dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.” (HR. Bukhari-Muslim, shahih)

Kalau Haid dan Nifas?
Begitu pula wanita haid dan nifas, jika mereka telah suci di malam hari dan ia belum mandi melainkan setelah masuk Shubuh, maka seperti itu tidak mengapa. Jika mereka berpuasa, puasanya tetap sah. Namun tidak boleh bagi mereka-mereka tadi menunda mandi wajib (mandi junub) dan menunda shalat hingga terbit matahari. Bahkan mereka harus menyegerakan mandi wajib sebelum terbit matahari agar mereka dapat mengerjakan shalat tepat pada waktunya.

Sedangkan bagi kaum pria, ia harus segera mandi wajib sebelum shalat Shubuh sehingga ia bisa melaksanakan shalat secara berjama’ah. Sedangkan untuk wanita haidh dan nifas yang ia suci di tengah malam (dan masih waktu Isya’, pen), maka hendaklah ia menyegerakan mandi wajib sehingga ia bisa melaksanakan shalat Maghrib dan Isya’ sekaligus di malam itu. Demikian fatwa sekelompok sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula jika wanita haidh dan nifas suci di waktu ‘Ashar, maka wajib bagi mereka untuk segera mandi wajib sehingga mereka bisa melaksanakan shalat Zhuhur dan Ashar sebelum tenggelamnya matahari.

Jadi Kesimpulannya...
1.     Mimpi basah tidak membatalkan puasa karena bukan pilihan seseorang untuk mimpi basah.
2.     Jika mimpi basahnya setelah waktu Shubuh, maka orang yang junub boleh menunda mandi wajibnya hingga waktu Zhuhur.
3.     Jika junub karena mimpi basah atau hubungan intim dengan istri di malam hari, maka bagi pria yang wajib menunaikan shalat berjama’ah diharuskan segera mandi wajib sebelum pelaksanaan shalat Shubuh agar ia dapat menunaikan shalat Shubuh secara berjama’ah di masjid.
4.     Jika wanita suci di malam hari dan setelah berakhir waktu shalat isya’ (setelah pertengahan malam[5]), maka ia boleh menunda mandi wajib hingga waktu Shubuh asalkan sebelum matahari terbit supaya ia dapat melaksanakn shalat Shubuh tepat waktu.
5.     Jika wanita haidh dan nifas suci di waktu Isya’ (sampai pertengahan malam), maka ia diharuskan segera mandi, lalu ia mengerjakan shalat Maghrib dan Isya’ sekaligus. Demikian fatwa sebagian sahabat. Begitu pula jika wanita haidh dan nifas suci di waktu Ashar, maka ia diharuskan segera mandi, lalu ia mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar sekaligus.
6.     Jika orang yang junub, wanita haidh dan nifas masuk waktu Shubuh dalam keadaan belum mandi wajib, maka mereka tetap sah melakukan puasa.

Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.



Mari berbagi tulisan!

Artikel Terkait

Komentar
2 Komentar

2 comments:

Bookmark Sinyal Pintar

Copy-Pastekan kode ini untuk bookmark Sinyal Pintar di blog/website-mu.
Teks

Banner