Kejadian
mimpi basah bukan menjadi hal yang tabu sekarang ini untuk dibahas. Untuk para
lelaki yang sudah baligh, pasti kerap menjumpai hal ini, yaitu mengeluarkan
mani (sperma) saat tidur. Penyebabnya, sih, banyak sekali. Ada yang karena
memimpikan sesuatu hal, ada juga yang tanpa faktor apa-apa disebabkan oleh
adanya ereksi pagi (dalam bahasa Biologi: Noctural
Penile Tumescene/NPT). Kalau pada hari-hari biasa, bukanlah hal yang
terlalu bermasalah, karena mimpi basah yang merupakan hadas besar dapat segera
disucikan dengan cara mandi wajib sebelum sholat subuh. Tetapi, bagaimana kalau
mimpi basah terjadi saat kita sedang puasa? Misalnya sebelum subuh, sesudah
sahur, kita tidur lagi, dan mengalaminya? Apakah ini membatalkan puasa, atau
tidak? Bagaimana hukumnya? Pembahasan ini agak kontroversional di kalangan masyarakat, seperti pada pembahasan mengenai masalah hukum berkumur dan sikat gigi saat puasa. Simak penjelasan berikut ini.
Pertanyaan
serupa pernah diajukan kepada Ketua Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah
wal Ifta’, Komisi Fatwa di Saudi Arabia, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin
Baz rahimahullah, “Jika orang yang
berpuasa mimpi basah di siang hari bulan Ramadhan, apakah puasanya batal?
Apakah dia wajib untuk bersegera untuk mandi wajib?”
Beliau
rahimahullah dalam Kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, halaman 14, menjawab,
“Mimpi basah
tidak membatalkan puasa karena mimpi
basah dilakukan bukan atas pilihan orang yang berpuasa. Ia punya keharusan
untuk mandi wajib (mandi junub) jika ia melihat yang basah adalah air mani.
Jika ia mimpi basah setelah shalat shubuh dan ia mengakhirkan mandi junub
sampai waktu zhuhur, maka itu tidak mengapa.”
Bagaimana untuk Para Suami Istri?
Begitu pula
jika ia berhubungan intim dengan istrinya di malam hari dan ia tidak mandi
kecuali setelah masuk Shubuh, maka seperti itu tidak mengapa. Mengenai hal ini
diterangkan dalam hadits yang shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah masuk Shubuh dalam keadaan junub karena sehabis berhubungan intim dengan
istrinya. Kemudian beliau mandi junub dan masih tetap berpuasa.
Dari ‘Aisyah
dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh
dengan istrinya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap
berpuasa.” (HR. Bukhari-Muslim, shahih)
Kalau Haid dan Nifas?
Begitu pula
wanita haid dan nifas, jika mereka telah
suci di malam hari dan ia belum mandi melainkan setelah masuk Shubuh, maka
seperti itu tidak mengapa. Jika mereka berpuasa, puasanya tetap sah. Namun
tidak boleh bagi mereka-mereka tadi menunda mandi wajib (mandi junub) dan
menunda shalat hingga terbit matahari. Bahkan mereka harus menyegerakan mandi
wajib sebelum terbit matahari agar mereka dapat mengerjakan shalat tepat pada
waktunya.
Sedangkan
bagi kaum pria, ia harus segera mandi wajib sebelum shalat Shubuh sehingga ia
bisa melaksanakan shalat secara berjama’ah. Sedangkan untuk wanita haidh dan
nifas yang ia suci di tengah malam (dan masih waktu Isya’, pen), maka hendaklah
ia menyegerakan mandi wajib sehingga ia bisa melaksanakan shalat Maghrib dan
Isya’ sekaligus di malam itu. Demikian fatwa sekelompok sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula jika wanita haidh dan nifas suci di
waktu ‘Ashar, maka wajib bagi mereka untuk segera mandi wajib sehingga mereka
bisa melaksanakan shalat Zhuhur dan Ashar sebelum tenggelamnya matahari.
Jadi Kesimpulannya...
1. Mimpi basah tidak membatalkan puasa karena bukan
pilihan seseorang untuk mimpi basah.
2. Jika mimpi basahnya setelah waktu Shubuh, maka
orang yang junub boleh menunda mandi wajibnya hingga waktu Zhuhur.
3. Jika junub karena mimpi basah atau hubungan intim
dengan istri di malam hari, maka bagi pria yang wajib menunaikan shalat
berjama’ah diharuskan segera mandi wajib sebelum pelaksanaan shalat Shubuh agar
ia dapat menunaikan shalat Shubuh secara berjama’ah di masjid.
4. Jika wanita suci di malam hari dan setelah
berakhir waktu shalat isya’ (setelah pertengahan malam[5]), maka ia boleh
menunda mandi wajib hingga waktu Shubuh asalkan sebelum matahari terbit supaya
ia dapat melaksanakn shalat Shubuh tepat waktu.
5. Jika wanita haidh dan nifas suci di waktu Isya’
(sampai pertengahan malam), maka ia diharuskan segera mandi, lalu ia
mengerjakan shalat Maghrib dan Isya’ sekaligus. Demikian fatwa sebagian
sahabat. Begitu pula jika wanita haidh dan nifas suci di waktu Ashar, maka ia
diharuskan segera mandi, lalu ia mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar sekaligus.
6. Jika orang yang junub, wanita haidh dan nifas
masuk waktu Shubuh dalam keadaan belum mandi wajib, maka mereka tetap sah
melakukan puasa.
Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat.
akhirnya puasa sah
ReplyDeleteartikel bagus
terima kasih ya
Sama-sama...
Delete