Ilustrasi by tribunnews.com |
M. Diva Pasha,
STEI ITB 2014
“Awalnya aku juga agak terpukul karena nggak diterima SNMPTN, waktu itu aku daftar FK UI. Tapi saat itu
aku sadar mungkin bukan jalanku di kedokteran. Aku lihat-lihat lagi masa SMP
SMA-ku senangnya ke mana. Akhirnya aku putuskan aku mau masuk teknik. Aku pilih
STEI ITB. Di situ aku mulai semangat lagi. Aku udah persiapan SBMPTN dari abis
UN, dan waktu itu setelah pengumuman SNMPTN ada waktu tersisa dua mingguan.
Makin gencar aku latihan soal, bisa sampai 150 soal sehari, hehe. Selain SBMPTN aku juga ambil SIMAK
UI. Intinya aku mau coba semua sampai udah
pengumuman dan diterima. Alhamdulillah akhirnya dapat STEI ITB dan Elektro UI
di SIMAK. Aku ambil STEI ITB. Tapi di situ aku sadar kalau segala yang kita
dapat itu pada dasarnya rencana Allah buat kita. Kalau aku diterima undangan
aku nggak tau jadinya gimana, karena sekarang aku malah bener-bener nyaman di teknik.”
Di akhir salamnya, katanya, “Jalani semua yang ada di depan,
karena rencana Allah buat kita pasti indah.”
Deni Sutisna Putra,
FTI ITB 2014
“Kalau Deni sih dulu nggak
ngarep di undangan. Dua bulan sebelum
SBMPTN belajar habis-habisan, daripagi sampai malam belajar terus dan latihan
banyak soal. Ratusan sampai ribuan soal kali dilahap selama proses menuju
SBMPTN. Persiapan aslinya sih dari kelas 1 (X, red). Hingga akhirnya tiba
SBMPTN udah siap, dengan percaya diri
insya allah diterima di FTI ITB. Motivasi terbesar tentunya keluarga. Deni
termasuk dari keluarga yang kurang, itu jadi motivasi terbesar. Ingin
mewujudkan impian selama ini.”
Agung Cahyo Samsu,
FTTM ITB 2014
“Aku masuk SMA dengan susah payah. Aku peringkat 20 terbawah
sepertinya sewaktu masuk SMA. Pas penjurusan, pengin masuk IPA tapi mafiki
(matematika, fisika, kimia)-nya jelek. Masuk IPA dengan susah payah. Akhirnya
semester tiga aku ranking 20-an dari 24 dan semester empat ranking 23 dari 24.
Masuk kelas XII dengan kondisi seperti itu dan pengin FK UGM. Kalau aku sadar
diri harusnya ganti pilihan yang lebih rendah, yang lebih gampang. Tapi aku
tetep kekeuh sama tujuan awal. Aku nggak
mau mimpiku sia-sia, hanya jadi lamunan. Aku lepas SNMPTN. Pasrah sejarah-pasrahnya.
Whatever hasilnya nggak keterima biarin. Aku belajar
SBMPTN awal kelas XII. Yang lain belajar UN aku belajar SBMPTN. Soal-soal di
buku yang aku beli aku libas. Ada tutorial tambahan aku ikut. Seharian ngambis (kegiatan belajar intensif, red)
sengambis-ngambisnya. Sambil minta
sama Allah. Ngelaksanain ibadah sunah.
Puasa Dawud beberapa minggu. Qiyaamul-lail. Minta doa restu. Perbanyak
kebaikan. Dan benar, Allah nggak
bakal menyia-nyiakan hambanya yang mau berusaha. Aku diterima di FTTM ITB.”
M. Nandradi Toyib,
STEI ITB 2014
“Ketika pengumuman SNMPTN mengatakan aku tidak diterima, aku
merasa kecewa. Tetapi, kemudian aku becermin, terus merasa kalau ini mungkin
balasannya kalau aku takabur. Jadi, kemudian, semangat di SBMPTN. Masih ada pintu lain. STEI ITB harga mati. Jadi
usahanya harus ditingkatkan. Jadi ya sudah, belajar banget SBMPTN. Nggak ada jalan lain ke ITB selain
SBMPTN dan SNMPTN, dan SNMPTN sudah merah.”
Bervianto Leo Pratama,
STEI ITB 2014
“Setelah pengumuman itu aku dempet turun semangat. Tetapi
ada satu hal, orang tua aku mau aku bisa kuliah. Jadi aku mulai membulatkan
tekad untuk bisa lolos SBMPTN. Selama satu bulan sebelum SBMPTN, aku berusaha belajar,
mulai latihan soal, intinya jangan menyerah dan tetap enjoy. Walaupun aku dari
daerah yang mungkin jarang yang orang lain tau. Tapi aku percaya aku bisa,
percaya sama diri sendiri bahwa kita bisa. Yang paling memberikan tekad aku
terutama dari orang tua yang selalu mengharapkan yang terbaik untuk anaknya.
Selain itu, jangan tinggalkan ibadah dan doanya.”
Mohammad Ilham,
FITB 2014
“Hmm, rasanya nggak
keterima SNMPTN di saat 120 teman SMA yang lain diterima itu, nyesek banget. Padahal saya udah daftar undangan cuma milih satu,
FITB ITB, jalur peminatan lagi. Katanya jalur peminatan lebih mudah lolos, tapi
kenyataannya sama aja, malah lebih
susah. Yaudahlah ya memang bukan
rezekinya SNMPTN, tapi SBMPTN. Nah, buat persiapan SBMPTN, saya cuma punya
waktu dua minggu, sebelum pengumuman nggak
belajar sama sekali. Jadi terpaksa harus ngebut,
tapi walaupun ngebut saya nggak maksain diri juga, sih, kalau capek atau bosan berhenti. Daripada
belajar “nggak sehat” ntar hari H
SBMPTN malah sakit dan perjuangan jadi sia-sia. Alhamdulillah dengan belajar
dua minggu, motivasi kuliah di ITB yang tinggi, dan tentunya doa dan tawakal,
saya diterima di fakultas yang menolak saya di SNMPTN, FITB ITB. Nah, buat kamu
pejuang SBMPTN 2015, semangat belajar dan berdoanya ditingkatkan, kamu punya
waktu lebih banyak daripada saya dulu. Jadi kesempatan kamu lolos lebih besar.
Ayo yang mau masuk FITB saya tunggu, hehe.”
M. Diaztanto H.,
STEI ITB 2014
“Ikut SBMPTN tuh kamu bawa nama sendiri, nggak bawa nama siapa-siapa. Masuk (lolos, red) tenang, nggak masuk tenang.
Jangan dibawa nyantai juga, tapi.
Kamu mencari kedamaian, dan kedamaian tidak dapat diraih dengan mudah. Meski
proses belajarnya tidak mudah, tetaplah tersenyum pada orang-orang sekitarmu.
Kalau diterima, pasti tau deh rasanya. True peace awaits.”
Azka Hanif I.,
STEI ITB 2014
“Aku milih FTMD ITB dulu pas SNMPTN. Pas pengumuman ternyata
aku nggak lolos, dan temen-temen yang daftar ke PTN dengan pasang grade yang lebih kecil pada lolos
semua. Sakit? Iya sakit banget. Akhirnya aku belajar habis-habisan buat SBMPTN.
Menurutku, kita dalam kondisi jatuh itu ibarat panah yang lagi ditarik busurnya
sudah siap buat dibidik panahnya, jadi pas waktu jatuh siap-siap saja buat ‘dilepas’.
Semua orang pasti jatuh, nggak
terkecuali. Jadi tetap berjuan sampai bisa ngedapetin
apa yang diinginkan.”
Mereka sudah menunjukkan bahwa SNMPTN bukan akhir dari
segalanya. Dan SBMPTN dapat dilalui dengan kerja keras disertai doa. Jadi, apa
alasanmu untuk menyerah? Tetap semangat!