Perbankan Syariah by kontan.co.id |
Di era sekarang ini, manusia tidak bisa terlepas dari transaksi uang. Transaksi uang yang pada zaman dahulu dilakukan secara fisik, kini lebih mudah dengan sistem bank. Manusia dapat melakukan transaksi setiap waktu dari satu rekening ke rekening lain. Sistem ini mempermudah manusia. Akan tetapi, dengan sistem transaksi bank konvensional, nasabah kadang dirugikan. Bank konvensional menentukan tarif transaksi secara sepihak –meskipun nasabah pada awalnya telah menyetujui sistem ini saat pembukaan rekening tabungan. Terutama jika transaksi berbeda bank, tarif akan lebih mahal. Penarikan pun dilakukan tanpa persetujuan dari nasabah, hanya bermodalkan surat perjanjian, bank boleh menarik tarif secara sepihak dan berubah-ubah. Selain tarif transaksi, nasabah yang menyimpan uang di bank juga kadang dirugikan oleh biaya administrasi bulanan. Apalagi untuk nasabah-nasabah yang jumlah tabungannya relatif kecil, biaya administrasi lebih besar daripada bunga yang diterima. Oleh karena itu, diperlukan sistem yang bukan menguntungkan satu belah pihak, tetapi kedua belah pihak, yaitu nasabah dan bank. Sistem ini adalah sistem keuangan Syariah.
Keuangan Syariah mengatur bagaimana nasabah dan bank
sama-sama memperoleh keuntungan. Prinsip keuangan Syariah adalah sistem yang
bebas dari bunga, karena menurut Islam, bunga adalah salah satu bentuk dari
riba yang dilarang. Setidaknya ada empat hal yang dilarang oleh Islam dalam
transaksi keuangan.
1.
Jual-beli barang-barang haram
2.
Bunga
3.
Perjudian atau spekulasi yang disengaja
4.
Ketidakjelasan atau manipulatif (Wikipedia)
Salah satu produk keuangan Syariah yang sekarang ini
berkembang dengan pesat adalah bank Syariah yang mulai berdiri pada abad ke-20.
Dan sekarang ini jumlahnya semakin banyak. Bank Syariah tumbuh meningkat 10-15%
per tahun. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah bank yang
hanya bergerak di bidang Syariah di Indonesia pada Agustus 2013 ada 11 bank,
sedangkan bank konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) mencapai 24
bank.
Bank-bank Syariah semakin menjamur karena sistemnya yang
memberikan kenyamanan kepada nasabah. Berbeda dengan prinsip bank konvensional,
pada bank Syariah terdapat akad antara nasabah dan pihak bank pada saat
pembukaan rekening. Nasabah dijelaskan secara rinci bagaimana sistem Syariah yang
diterapkan pihak bank. Nasabah dan pihak bank dapat saling tawar-menawar hingga
diperoleh satu kesepakatan yang sah. Inilah yang saya sukai dari sistem syariah, dan kedepannya saya berharap semua bank mengikuti prinsip ini.
Begitu pula untuk nasabah yang melakukan investasi di bank
Syariah. Antarkeduanya terdapat akad yang akan sama-sama menguntungkan. Prinsip
pembagian keuntungan dilaksanakan menurut sistem bagi hasil, yang sebelumnya
juga telah ditetapkan saat akad. Prinsip bagi hasil dapat berupa Al Musyarakah, yaitu keuntungan
ditetapkan berdasarkan akad sebelumnya dan kerugian ditanggung berdasarkan
kemampuan masing-masing pihak. Produk keuangan syariah inilah yang menurut saya paling ideal, karena antarkedua belah pihak tidak ada yang saling memakan dan dimakan saat mengalami kerugian. Justru antarkeduanya terjalin hubungan yang harmonis. Semua untuk bersama, untung-rugi ditanggung bersama. Atau dengan Al
Mudharabah, yang hampir sama dengan Al
Musyarakah, hanya saja kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pihak bank
kecuali jika kerugian diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan mutlak dari nasabah. Prinsip yang satu ini menuntut keprofesionalan pihak bank. Bank yang menanggung kerugian. Nasabah sama sekali tidak dirugikan kecuali karena kesalahan sendiri.
Prinsip lain adalah Al Muzara’ah,
yaitu bank memberikan biaya kepada nasabah untuk modal usaha, dan keuntungannya
didasarkan pada bagi hasil. Prinsip yang hampir serupa adalah Al Musaqah, yang khusus untuk bidang
pertanian/peternakan, tetapi nasabah hanya bertanggung jawab atas pemeliharaan
dan penyiraman, kemudian nasabah memperoleh upah sesuai hasil panen yang
diperoleh.
Prinsip-prinsip keuangan Syariah ini menjawab kegelisahan
para nasabah yang dirugikan oleh sistem bank konvensional. Hubungan antara
nasabah dan pihak bank bukan kreditur-debitur, tetapi nasabah dijadikan sebagai
mitra kerja bank, sehingga kerja sama antara kedua belah pihak lebih baik.
Selain itu, secara teori bank Syariah tidak hanya berorientasi kepada keuntungan seperti
bank konvensional, tetapi juga berorientasi pada akhirat, sehingga dana
investasi dari nasabah hanya digunakan untuk hal-hal yang halal. Akan tetapi, mekanisme lalu-lintas keuangan syariah saat ini belum dilakukan secara terbuka. Nasabah syariah saat ini hanya dapat berlepas diri terhadap apa yang terjadi pada uang mereka, menurut penuturan teman saya. Ke depannya, saya berharap lalu-lintas dana syariah dapat lebih terbuka, sehingga dana nasabah benar-benar terjamin dari hal-hal yang mudharat. Jika ini terealisasi, prinsip-prinsip ini akan mengantarkan nasabah untuk berkata "Aku Cinta Keuangan Syariah" secara lebih sempurna.