Namun, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan.
Misalnya praktek tersebut belum bisa merata di semua tempat, baik itu secara
geografis ataupun tempat dalam artian kedudukan. Penjelasan lebih lanjut
dibahas dalam uraian berikut.
CATATAN PERTAMA
Kegiatan razia tersebut cenderung hanya dilakukan di bulan
Ramadhan. Kalaupun ada di bulan lain, tentu sangat jarang. Memang sih, kegiatan
tersebut perlu dan merupakan suatu kebutuhan masyarakat saat Ramadha tiba.
Tetapi, apakah hanya cukup saat bulan Ramadhan saja? Tentu tidak. Inilah yang
menyebabkan kerawaan kriminal terjadi di mana-mana. Kasus maksiat merebak di
luar bulan Ramadhan. Dan inilah catatan pertama yang mesti diperhatikan.
CATATAN KEDUA
Dari uraian pada catatan pertama yang menjelaskan bahwa
kegiatan razia hanya dilakukan saat Ramadhan, maksiat menjadi terkesan hanya
dilarang pada bulan Ramadhan saja dan diperbolehkan pada bulan-bulan lain.
Padahal tidak seperti itu seharusnya. Yang namanya maksiat ya tetap maksiat,
entah di mana dan kapan itu tetap diharamkan agama. Sebagai bangsa yang
mengakui agama, seharusnya maksiat-maksiat itu harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan peri keagamaan. Jadi, tak ada istilah maksiat hanya dihilangkan
saat Ramadhan, tetapi di bulan lain pun harus ditinggal.
CATATAN KETIGA
Mungkin ada yang berkata, “Apabila praktik-praktik maksiat –
di kamar hotel – dihapus untuk selamaya, bagaimana mereka mencari nafkah? Siapa
yang akan bertanggung jawab untuk keluarganya? Dan bagaimana mereka dapat
bertahan hidup karena tidak ada yang bersedia memberikan pekerjaan untuknya?”
Itulah dalih yang sering dilontarkan dari mulut para pendosa yang naif! Meski
kita ketahui bahwa zaman ini sudah sulit, tetapi bukankah masih banyak lapangan
kerja yang layak dan halal? Banyak yang halal, mengapa mencari yang haram?
Kerugian pertama datang untuk diri sendiri. Dan nantinya merebak menjadi
kerugian masyarakat. Na’udzubillah min dzaalik.
Ketahuliah, rezeki Allah tidak pernah terputus untuk
hamba-Nya yang beriman dan benar-benar ikhlas beribadah kepada-Nya, dan yang
mau berusaha. Setiap manusia memiliki jatah rezeki sendiri-sendiri yang sudah
diatur Allah secara adil. Jadi, bagaimanapun alasannya orang – termasuk alasan
mencari rezeki – untuk melegalkan maksiat tidak dapat dibenarkan! Sekali haram
tetap haram! Justru jika ingin makmur, kita harus meningalkan semua bentuk
maksiat. Allah SWT berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatan mereka.” (QS. Al-A’raf : 96)
![]() |
![]() |

Artikel Terkait
Muslim Corner
- Catatan Pesan dari Imam Besar Masjidil Aqshaa, Syaikh Ikrimah Shabri
- Penting! Ini 13 Adab Ketika Berdoa
- Kajian 4,9 Miliar Bersama Abu Takeru, Sebuah Catatan
- Hanya Orang yang Berani Menantang Batas Dirinya Sendiri yang akan Menang
- Bersyukur Tidak Hanya di Lisan, tetapi Harus dengan Perbuatan
- Hari Ini Aku Belajar, Sebuah Catatan Singkat Rihlah MSTEI 2015
- Nabi Ibrahim a.s., Teladan yang Indah
- WAJIB BACA! Inilah Bahayanya Tidur Setelah Sahur
- Hukum Berkumur dan Sikat Gigi saat Berpuasa
- Manfaat Puasa Untuk Kesehatan
- Keuangan Syariah, Solusi Islam Mengatasi Kegelisahan Nasabah
- Hukum Mengqadha' (Membayar Hutang) Puasa Ramadhan
- Sholat Tahajud Sesudah Witir, Bolehkah?
- Halalgoogling, Mesin Pencari Islami Bebas Konten Haram
- “Mimpi Basah” Saat Puasa? Bagaimana, ya?
- 76 Dosa Besar yang Sering Dianggap Biasa
- Pacaran = Seperti Memilih Buah Mangga
- Manfaat Tersembunyi dari Gerakan Sholat untuk Kesehatan
- Membiasakan Tersenyum Terhadap Sesama
- Subhanallah... Inilah Keutamaan Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
- 7 Makanan Khas Ramadhan Indonesia
- Jama’ah Tarawih Mengalami “Kemajuan”? Fenomena UMUM!
- Mitos yang Keliru Seputar Puasa
- Enam Alasan Pacaran Jadi Merugikan