Tuesday 7 August 2012

Tutup Maksiat (Seharusnya) Tidak Hanya di Bulan Ramadahan

Ketika beberapa hari menejelang Ramadhan, operasi digelar di mana-mana untuk merazia apa saja yang dikhawatirkan mengganggu ibadah puasa, seperti penggerebekan hotel-hotel, razia tempat pengedaran NAPZA, warung gelap, pasar daging, dan lain-lain. Aparat penegak hukum yang melakukan kegiatan ini patut diacungi jempol dan kita perlu salut dengan sikap mereka.
Namun, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan. Misalnya praktek tersebut belum bisa merata di semua tempat, baik itu secara geografis ataupun tempat dalam artian kedudukan. Penjelasan lebih lanjut dibahas dalam uraian berikut.

CATATAN PERTAMA
Kegiatan razia tersebut cenderung hanya dilakukan di bulan Ramadhan. Kalaupun ada di bulan lain, tentu sangat jarang. Memang sih, kegiatan tersebut perlu dan merupakan suatu kebutuhan masyarakat saat Ramadha tiba. Tetapi, apakah hanya cukup saat bulan Ramadhan saja? Tentu tidak. Inilah yang menyebabkan kerawaan kriminal terjadi di mana-mana. Kasus maksiat merebak di luar bulan Ramadhan. Dan inilah catatan pertama yang mesti diperhatikan.

CATATAN KEDUA
Dari uraian pada catatan pertama yang menjelaskan bahwa kegiatan razia hanya dilakukan saat Ramadhan, maksiat menjadi terkesan hanya dilarang pada bulan Ramadhan saja dan diperbolehkan pada bulan-bulan lain. Padahal tidak seperti itu seharusnya. Yang namanya maksiat ya tetap maksiat, entah di mana dan kapan itu tetap diharamkan agama. Sebagai bangsa yang mengakui agama, seharusnya maksiat-maksiat itu harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri keagamaan. Jadi, tak ada istilah maksiat hanya dihilangkan saat Ramadhan, tetapi di bulan lain pun harus ditinggal.

CATATAN KETIGA
Mungkin ada yang berkata, “Apabila praktik-praktik maksiat – di kamar hotel – dihapus untuk selamaya, bagaimana mereka mencari nafkah? Siapa yang akan bertanggung jawab untuk keluarganya? Dan bagaimana mereka dapat bertahan hidup karena tidak ada yang bersedia memberikan pekerjaan untuknya?” Itulah dalih yang sering dilontarkan dari mulut para pendosa yang naif! Meski kita ketahui bahwa zaman ini sudah sulit, tetapi bukankah masih banyak lapangan kerja yang layak dan halal? Banyak yang halal, mengapa mencari yang haram? Kerugian pertama datang untuk diri sendiri. Dan nantinya merebak menjadi kerugian masyarakat. Na’udzubillah min dzaalik.
Ketahuliah, rezeki Allah tidak pernah terputus untuk hamba-Nya yang beriman dan benar-benar ikhlas beribadah kepada-Nya, dan yang mau berusaha. Setiap manusia memiliki jatah rezeki sendiri-sendiri yang sudah diatur Allah secara adil. Jadi, bagaimanapun alasannya orang – termasuk alasan mencari rezeki – untuk melegalkan maksiat tidak dapat dibenarkan! Sekali haram tetap haram! Justru jika ingin makmur, kita harus meningalkan semua bentuk maksiat. Allah SWT berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka.” (QS. Al-A’raf : 96)




Mari berbagi tulisan!

Artikel Terkait

Komentar
0 Komentar

Bookmark Sinyal Pintar

Copy-Pastekan kode ini untuk bookmark Sinyal Pintar di blog/website-mu.
Teks

Banner